Sabtu, 22 Februari 2014

E-LEARNING DALAM PENDIDIKAN

A.  Sejarah dan Perkembangan E-learning
E-learning atau pembelajaran elektronik pertama kali diperkenalkan oleh universitas Illinois di Urbana-Champaign menggunakan sistem instruksi berbasis komputer (computer-assisted instruction ) dan komputer bernama PLATO. Sejak itu, perkembangan E-learning dari masa ke masa adalah sebagai berikut:
1.    Tahun 1990
Era CBT (Computer-Based Training) aplikasi komputer mulai bermunculan e-learning dapat berbentuk PC standlone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Materi meliputi bentuk tulisan maupun multimedia (Video dan AUDIO) DALAM FORMAT mov, mpeg-1, atau avi.
2.    Tahun 1994
CBT dapat diterima oleh masyarakat dan menjadi katalisator kemajuan karena sejak tahun 1994 CBT bermunculan paket-paket menarik dan diproduksi secara massal.
3.    Tahun 1997
LMS (Learning Management System). Masyarakat dunia mulai terkoneksi dengan internet. Informasi dapat diterima secara serentak tanpa kendala waktu dan tempat menjangkau masyarakat dunia. Kebutuhan informasi juga meningkat, tuntutan kebutuhan melahirkan teknologi baru muncullah LMS. Perkembangan dan peran LMS menuntut adanya standarisasi. Standarisasi dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Commettee), IMS, SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
4.    Tahun 1999
Sebagai tahun Aplikasi E-learning berbasis Web. Perkembangan LMS menghasilkan aplikasi e-learning berbasis Web secara total, baik untuk pembelajar (learner) maupun administrasi belajar mengajarnya. Variasi multimedia juga semakin menarik dari perpaduan tulisan, grafik, gambar, film, video streaminng, tersambung langsung dengan sumber-sumber lain seperti majalah, surat kabar bahkan dalam bentuk interaktif. Berkaitan dengan pendidikan e-learning dapat difungsikan sebagai media pembelajaran dan sumber belajar.

B.  Pengertian  E-Learning
Sistem pembelajaran elektronik atau e-pembelajaran (Inggris: Electronic learning disingkat E-learning) adalah cara baru dalam proses belajar mengajar. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung. E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan.
Berikut ini terdapat beberapa definisi e-learning menurut beberapa ahli, diantaranya seperti:
1.    Thomson, Ganxglass, dan Simon (dalam Siahaan, 2004) : E-learning merupakan suatu pengalaman belajar yang disampaikan melalui teknologi elektronika. Secara utuh e-learning (pembelajaran elektronik) dapat didefenisikan sebagai upaya menghubungkan pembelajar (peserta didik)  dengan sumber belajarnya (database, pakar/instruktur, perpustakaan) yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan namun dapat saling berkomunikasi, berinteraksi atau berkolaborasi (secara langsung/synchronous dan secara tidak langsung/asynchronous).
E-learning merupakan bentuk pembelajaran/pelatihan jarak jauh yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi , misalnya internet, video/audiobroadcasting, video/audioconferencing, CD-ROOM (secara langsung dan tidak langsung). Kegiatan e-learning termasuk dalam model pembelajaran individual.
2.    Menurut Loftus (2001) dalam Siahaan (2004) kegiatan e-learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional, karena peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan, atau mencemoohkan pertanyaan maupun pernyataannya. Profil peserta e-learning adalah seseorang yang :
a.    Mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara bersungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri
b.    Senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri terus menerus, dan yang menyenangi kebebasan
c.    Mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusan sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan.

3.    Brown, (2000) Feasey, (2001) :  Elektronik (e-learning) merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (Internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi, dan fasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lainnya

C.  Undang Undang Tentang E-learning
Undang-undang RI no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 31 menyatakan:
1.    Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan  pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
2.    Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
3.    Pendidikan jarak jauh diselenggarakan  dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
4.    Ketentuan mengenai penyelenggaraan  pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bentuk pendidikan jarak jauh mencakup program pendidikan tertulis (korespondensi), radio, audio/video, TV dan/atau berbasis jaringan computer.
Dengan demikian sebenarnya eLearning dimungkinkan untuk penggunaan PJJ pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Dan untuk cakupannya, e-learning memiliki Batasan-batasan yang mencakup: Dana, waktu dan sasaran dalam pembelajarannya


D.  Fungsi Pembelajaran Elektronik (e-learning)
Menurut Siahaan (2004), setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction):
1.    Suplemen (tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan

2.    Komplemen (pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pengayaan atau remedial. Dikatakan sebagai pengayaan (enrichment), apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/ memahami materi pelajaran yang disampaikan pada saat tatap muka diberi kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka.
Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran yang telah diterima di kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila peserta didik  yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran pada saat tatap muka diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin mudah memahami materi pelajaran yang disajikan di kelas.

3.    Substitusi (pengganti)
Dikatakan sebagai substitusi apabila e-learning dilakukan sebagai pengganti kegiatan belajar, misalnya dengan menggunakan model-model kegiatan pembelajaran. Ada 3 (tiga) alternatif model yang dapat dipilih, yakni :
a.    Sepenuhnya secara tatap muka (konvensional)
b.    Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan
c.    Sepenuhnya melalui internet.


E.  Manfaat E-learning
Manfaat pembelajaran elektronik menurut Bates (1995) dan Wulf (1996) terdiri atas 4 hal, yaitu:
1.    Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).
2.    Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).
3.    Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience).
4.    Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities).

Dengan demikian diharapkan penerapan e-learning di perguruan tinggi dapat memberikan manfaat antara lain :
1.    Adanya peningkatan interaksi mahasiswa dengan sesamanya dan dengan dosen
2.    Tersedianya sumber-sumber pembelajaran yang tidak terbatas
3.    E-learning yang dikembangkan secara benar akan efektif dalam meningkatkan kualitas lulusan dan kualitas perguruan tinggi
4.    Terbentuknya komunitas pembelajar yang saling berinteraksi, saling memberi dan menerima serta tidak terbatas dalam satu lokasi
5.    Meningkatkan kualitas dosen karena dimungkinkan menggali informasi secara lebih luas dan bahkan tidak terbatas

F.   Jenis-jenis e-learning menurut William Horton (2003)
1.    Learner-led e-Learning
Kategori ini dikenal pula dengan istilah self-directed e-learning. Yaitu, e-learning yang dirancang untuk memungkinkan pemelajar belajar secara mandiri. Itulah sebabnya disebut dengan learner-led e-learning. Tujuannya adalah untuk menyampaikan pembelajaran bagi para pemelajar mandiri (independent learner). Learner-led e-Learning berbeda dengan computer-based training yang sama-sama didedikasikan untuk belajar mandiri. Bedanya, dalam computer-based training, pembelajar mempelajari materi tanpa melalui jaringan internet atau web, tapi via komputer, seperti melalui CD-ROM atau DVD. Nah, dalam learner-led e-learning, semua materi (seperti multimedia presentation, html, dan media interaktif lain) dikemas dan dideliver via jaringan internet/web
2.    Instructor-led e-Learning
Tentu saja, jenis yang satu ini merupakan kebalikan dari learner-led e-learning, yaitu penggunaan teknologi internet/web untuk menyampaikan pembelajaran seperti pada kelas konvensional. Pendek kata, kelas pindah ke web. Begitu kira-kira. Konsekuensinya, memerlukan teknologi pembelajaran sinkronous (real time) seperti konferensi video, audio, chatting, bulletin board dan  sejenisnya.
3.    Facilitated e-Learning
Kategori ini, merupakan kombinasi dari learner-lead dan instructor-led e-learning. Jadi, bahan belajar mandiri dalam beragam bentuk disampaikan via website (seperti audio, animasi, video, teks, dalam berbagai format tertentu) dan komunikasi interaktif dan kolaboratif juga dilakukan via website (seperti forum diskusi, konferensi pada waktu-waktu tertentu, chatting, dll).
4.    Embedded e-Learning
Kategori ini agak berbeda. Embedded e-Learning memberikan upaya agar terjadi semacam just-in time training sama dengan electronic performance support system. Kategori e-learning ini dirancang untuk dapat memberikan bantuan segera, ketika seseorang ingin menguasai keterampilan, pengetahuan atau lainnya sesegera mungkin saat itu juga dengan bantuan aplikasi program yang ditanam diwebsite.
5.    Telementoring dan e-Coaching
Kategori ini adalah pemanfaatan teknologi internet dan web untuk memberikan bimbingan dan pelatihan jarak jauh. Dalam konteks ini, tool seperti telekonferensi (video, audio, komputer), chatting, instant messaging, atau telepon dipergunakan untuk memandu dan membimbing perkembangan  peserta belajar (pembelajar) dalam menguasai pengetahuan, keterampilan atau sikap yang harus dikuasainya. Sama halnya dengan embedded e-learning, kategori ini, lebih banyak diaplikasikan di industri atau perusahaan-perusahaan besar di era global ini.

G. Metode Pelatihan dan Pembelajaran dengan E-learning
Cara penyampaian materi dengan e-learning dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi satu arah dan dua arah. Untuk pembelajaran interaktif menggunakan jenis komunikasi dua arah, untuk membangun interaksi yang baik antara dosen dan mahasiswa sebaiknya jenis ini yang dipilih. Dalam e-learning sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1.    Synchronous Training / learning (pada waktu yang sama).
Proses pembelajaran terjadi dalam real time antara pengajar sedang mengajar dan peserta didik belajar. Kegiatan seperti ini dapat diselenggarakan dengan menggunakan interaksi langsung antara pengajar dan peserta didik baik melalui internet maupun intranet. Pelatihan / pembelajaran e-learning synchronous banyak digunakan seminar/ konferensi di ruang kelas atau kuliah online.

2.    Asynchronous Training (pada waktu yang tidak bersamaan).
Pelatihan / pembelajaran berupa paket dapat dijalankan dengan komputer ditempat yang tidak terbatas tanpa melibatkan interaksi dengan pengajar. Peserta pelatihan / peserta didik dapat memulai dan menyelesaikan pelajaran setiap saat. Paket pelajaran berbentuk bacaan dengan animasi, simulasi, permainan edukatif, maupun latihan dengan disediakan jawaban.

Agar e-learning menarik dan dapat memberikan dampak peningkatan kualitas pembelajaran ada 3 syarat yang harus dipenuhi pada perancangan.
1.    Sederhana, sistem sederhana, instruksi mudah diikuti, panel yang disediakan mudah dikenali, menu dengan navigasi yang mudah diikuti dapat menjadikan waktu belajar lebih efisien.
2.    Personal, pengajar / dosen interaksi dosen dan mahasiswa dibangun secara baik layaknya berkomunikasi di depan kelas. Pendekatan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya serta dibantu segala persoalan yang dihadapi.
3.    Cepat, layanan yang ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap kebutuhan peserta didik. E-learning dibangun dengan tetap memperhatikan prinsip pembelajaran konvensional hanya materi dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet. Dalam penyusunan materi harus tetap memperharikan unsur-unsur pembelajaran seperti perumusan tujuan harus operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre-test, membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas, contoh-contoh konkrit, problem solving, Tanya jawab, diskusi, post test sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-learning perlu melibatkan pihak terkait, anatar lain : pengajar, ahli materi, ahli komunikasi, programmer, seniman dan lain-lain.

H.  Strategi E-Learning
Strategi penggunaan e-learning untuk menunjang pelaksanaan proses belajar, diharapkan dapat meningkatkan daya serap dari mahasiswa atas materi yang diajarkan; meningkatkan partisipasi aktif dari mahasiswa; meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa; meningkatkan kualitas materi pendidikan dan pelatihan, meningkatkan kemampuan menampilkan informasi dengan perangkat teknologi informasi, dengan perangkat biasa sulit untuk dilakukan; memperluas daya jangkau proses belajar-mengajar dengan menggunakan jaringan komputer, tidak terbatas pada ruang dan waktu. Untuk mencapai hal-hal tersebut di atas, dalam pengembangan suatu aplikasi e-learning perlu diperhatikan bahwa materi yang ditampilkan harus menunjang penyampaian informasi yang benar, tidak hanya mengutamakan sisi keindahan saja; memperhatikan dengan seksama teknik belajar-mengajar yang digunakan; memperhatikan teknik evaluasi kemajuan mahasiswa dan penyimpanan data kemajuan mahasiswa.
Materi dari pendidikan dan pelatihan dapat diambil dari sumber-sumber yang valid dan dengan teknologi e-learning, materi bahkan dapat diproduksi berdasarkan sumber dari tenaga-tenaga ahli (experts). Misalnya, tampilan video digital yang menampilkan seorang ahli mekanik menunjukkan bagaimana caranya memperbaiki suatu bagian dari mesin mobil. Dengan animasi 3 dimensi dapat ditunjukkan bagaimana cara kerja dari mesin otomotif dua langkah.
Menurut Koswara (2006) ada beberapa strategi pengajaran yang dapat diterapkan dengan menggunakan teknologi e-learning adalah sebagai berikut :
1.    Learning by doing
Simulasi belajar dengan melakukan apa yang hendak dipelajari; contohnya adalah simulator penerbangan (flight simulator), dimana seorang calon penerbang dapat dilatih untuk melakukan penerbangan suatu pesawat tertentu seperti ia berlatih dengan pesawat yang sesungguhnya
2.    Incidental learning
Mempelajari sesuatu secara tidak langsung. Tidak semua hal menarik untuk dipelajari, oleh karena itu dengan strategi ini seorang mahasiswa dapat mempelajari sesuatu melalui hal lain yang lebih menarik, dan diharapkan informasi yang sebenarnya dapat diserap secara tidak langsung. Misalnya mempelajari geografi dengan cara melakukan “perjalanan maya” ke daerah-daerah wisata.
3.    Learning by reflection
Mempelajari sesuatu dengan mengembangkan ide/gagasan tentang subyek yang hendak dipelajari. Mahasiswa didorong untuk mengembangkan suatu ide/gagasan dengan cara memberikan informasi awal dan aplikasi akan “mendengarkan” dan memproses masukan ide/gagasan dari mahasiswa untuk kemudian diberikan informasi lanjutan berdasarkan masukan dari mahasiswa.
4.    Case-based learning
Mempelajari sesuatu berdasarkan kasus-kasus yang telah terjadi mengenai subyek yang hendak dipelajari. Strategi ini tergantung kepada nara sumber ahli dan kasus-kasus yang dapat dikumpulkan tentang materi yang hendak dipelajari. Mahasiswa dapat mempelajari suatu materi dengan cara menyerap informasi dari nara sumber ahli tentang kasus-kasus yang telah terjadi atas materi tersebut.
5.    Learning by exploring
Mempelajari sesuatu dengan cara melakukan eksplorasi terhadap subyek yang hendak dipelajari. Mahasiswa didorong untuk memahami suatu materi dengan cara melakukan eksplorasi mandiri atas materi tersebut. Aplikasi harus menyediakan informasi yang cukup untuk mengakomodasi eksplorasi dari mahasiswa. Mempelajari sesuatu dengan cara menetapkan suatu sasaran yang hendak dicapai (goal-directed learning). Mahasiswa diposisikan dalam sebagai seseorang yang harus mencapai tujuan/sasaran dan aplikasi menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan hal tersebut. Mahasiswa kemudian menyusun strategi mandiri untuk mencapai tujuan tersebut.

I.     Faktor-Faktor Pendukung E-Learning
E-learning dalam pendidikan memiliki peran menggeser lima cara dalam proses pembelajaran yaitu:
1.    Dari pelatihan ke penampilan
2.    Dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja
3.    Dari kertas ke “on line” atau saluran
4.    Fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja
5.    Dari waktu siklus ke waktu nyata, Rosenberg (2001).
Teknologi informasi yang merupakan bahan pokok dari e-learning itu sendiri berperan dalam menciptakan pelayanan yang cepat, akurat, teratur, akuntabel dan terpecaya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ada beberapa factor yang mempengaruhi teknologi informasi yaitu:
1.    Infrastruktur
2.    Sumber Daya Manusia
3.    Kebijakan
4.    Finansial
5.    Konten dan Aplikasi.

Maksud dari faktor diatas adalah agar teknologi informasi dapat berkembang dengan pesat maka:
1.    Dibutuhkan infrastruktur yang memungkinkan akses informasi di
manapun dengan kecepatan yang mencukupi.
2.    Faktor SDM menuntut ketersediaan human brain yang menguasai teknologi tinggi.
3.    Faktor kebijakan menuntut adanya kebijakan berskala makro dan mikro yang berpihak pada pengembangan teknologi informasi jangka panjang.
4.    Faktor finansial membutuhkan adanya sikap positif dari bank dan lembaga keuangan lain untuk menyokong industri teknologi informasi.
5.    Faktor konten dan aplikasi menuntut adanya informasi yang disampai pada orang, tempat, dan waktu yang tepat serta ketersediaan aplikasi untuk menyampaikan konten tersebut dengan nyaman pada penggunanya.

E-learning yang merupakan salah satu produk teknologi informasi tentu juga
memiliki faktor pendukung dalam terciptanya pendidikan yang bermutu, adapun faktor-faktor tersebut :
1.    Harus ada kebijakan sebagai payung yang antara lain mencakup
sistem pembiayaan dan arah pengembangan.
2.    Pengembangan isi atau materi, misalnya kurikulum harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian, nantinya yang dikembangkan tak sebatas operasional atau latihan penggunaan komputer.
3.    Persiapan tenaga pengajar
4.    Penyediaan perangkat kerasnya.

J.    Penyelenggaraan E-Learning
Pembelajaran elektronik (e-learning) telah dimulai pada tahun 1970-an. Kegiatan belajar yang bagaimanakah yang dapat dikatakan sebagai e-learning? Apakah seseorang yang menggunakan komputer dalam kegiatan belajarnya dan melakukan akses berbagai informasi (materi pembelajaran) dari internet dapat dikatakan telah melakukan e-learning? Ilustrasi berikut merupakan kegiatan e-learning (dalam Siahaan, 2004) :
Ada seseorang yang membawa laptop ke sebuah tempat. Dia melakukan  akses terhadap berbagai materi program pelatihan yang tersedia. Tidak ada layanan bantuan belajar dari tutor maupun dukungan layanan belajar bentuk lainnya. Dalam konteks ini, apakah orang tersebut dapat dikatakan telah melaksanakan e-learning? Jawabnya adalah TIDAK. Mengapa? Karena yang bersangkutan di dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya tidak memperoleh layanan bantuan belajar dari tutor maupun layanan bantuan belajar lainnya. Bagaimana kalau yang bersangkutan mempunyai telepon genggam kemudian menghubungi seorang tutor? Apakah dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa yang bersangkutan telah melaksanakan e-learning? Jawabnya YA.
Dari ilustrasi di atas, setidaknya dapat ditarik 3 (tiga) hal penting sebagai persyaratan kegiatan belajar elektronik (e-learning), yaitu :
1.    Kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan (misalnya penggunaan internet)
2.    Tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik, misalnya CD-Room, atau bahan cetak, dan
3.    Tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta didik apabila mengalami kesulitan.

Di samping ketiga persyaratan tersebut masih dapat ditambahkan persyaratan lainnya, seperti adanya :
1.    Lembaga yang menyelenggarakan/ mengelola kegiatan e-learning
2.    Sikap positif dari peserta didik dan pendidik/tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet
3.    Rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh setiap peserta didik
4.    Sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar peserta didik
5.    Mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.
Ada beberapa pertimbangan untuk menggunakan e-learning dewasa ini, antara lain :
a.    Harga perangkat komputer semakin lama semakin terjangkau (tidak lagi diperlakukan sebagai barang mewah).
b.    Peningkatan kemampuan perangkat komputer dalam mengolah data lebih cepat dan kapasitas penyimpanan data semakin besar
c.    Memperluas akses atau jaringan komunikasi
d.   Memperpendek jarah dan mempermudah komunikasi
e.    Mempermudah pencarian atau penelusuran informasi melalui internet.

K. Kelebihan dan Kekurangan E-learning
Sebagaimana yang disebutkan di atas, e-learning telah mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis. E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Dalam e-learning, faktor kehadiran guru atau pengajar otomatis menjadi berkurang atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena yang mengambil peran guru adalah komputer dan panduan-panduan elektronik yang dirancang oleh "contents writer", designer e-learning dan pemrogram komputer. Dengan adanya e-learning para guru/dosen/instruktur akan lebih mudah:
1.    Melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir
2.    Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya
3.    Mengontrol kegiatan belajar peserta didik.
Kehadiran guru sebagai makhluk yang hidup yang dapat berinteraksi secara langsung dengan para murid telah menghilang dari ruang-ruang elektronik e-learning ini. Inilah yang menjadi ciri khas dari kekurangan e-learning yang tidak bagus. Sebagaimana asal kata dari e-learning yang terdiri dari e (elektronik) dan learning (belajar), maka sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Bila dibandingkan pembelajaran atau pelatihan dengan cara konvensional, e-learning mempunyai:
1.    Keunggulan
a.    Ekonomis
E-learning dapat mengurangi biaya pendidikan dan pelatihan karena untuk memberikan bahan ajar kepada peserta dalam jumlah besar, institusi / Perguruan Tinggi tidak perlu mengeluarkan biaya kelas, biaya transportasi dan berbagai biaya lain. Namun diperlukan pengelola pelatihan yang matang, karena manajemen e-learning yang tidak tepat dapat membuat biaya pelatihan justru semakin membengkak.
b.    Fleksibilitas tinggi
Peserta dapat belajar kapan dan dimana saja, dengan kecepatan pembelajaran sesuai dengan kemampuannya.
c.    Personalisasi
Peserta dapat belajar sesuai dengan kemampuan belajar mereka. Bila belum mengerti dapat memperlambat penjelasan atau mengulang suatu materi dan sebaliknya jika peserta dapat mengerti dengan cepat, maka dapat menyelesaikan mata kuliah tersebut dengan cepat.
d.   Standarisasi kualitas pelatihan/ Pembelajaran.
Setiap dosen / instruktur cenderung memiliki cara mengajar, materi presentasi dan penguasaan materi yang berbeda sehingga kualitas pengajaran yang didapat pun tidak konsisten. Akan tetapi E-learning mampu meminimalkan perbedaan cara mengajar dan materi, sehingga memberikan standar kualitas pembelajaran yang lebih konsisten.
e.    Efektivitas
E-learning dengan instructional design mutakhir membuat peserta didik lebih mudah mengerti isi pelajaran. Efektivitas bahan ajar melalui metoda e-learning umumnya meningkat. Suatu studi oleh J.D. Flecher menunjukkan bahwa tingkat retensi dan aplikasi pelajaran melalui metoda e-learning meningkat 25% dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan cara konvensional
f.     Kecepatan distribusi materi akan meningkat, karena materi tersebut dapat dengan cepat diakses melalui internet. Keuntungan ini sangat cocok untuk kondisi geografis Indonesia.
g.    Ketersediaan
On-Demand E-learning dapat sewaktu-waktu diakses sehingga dapat membantu pekerjaan setiap saat.
h.    Otomatisasi Proses Animasi
LMS (Learning Management System) berfungsi untuk menyimpan data-data peserta, pelajaran dan proses pembelajaran yang berlangsung. Dengan LMS yang baik dapat menyimpan dan membuat laporan kegiatan belajar peserta didik dari pelajaran yang diambil, tanggal akses, berapa persen pelajaran yang diselesaikan, berapa lama pelajaran diikuti, sampai berapa hasil tes akhir yang telah diambil.

2.    Kekurangan dan Keterbatasan E-learning
Walaupun e-learning banyak menawarkan keuntungan, dalam prakteknya memiliki beberapa keterbatasan yang harus diwaspadai antara lain:
a.    Budaya
Pemanfaatan e-learning membutuhkan budaya belajar mandiri dan kebiasaan untuk belajar. Sedangkan sebagian besar pelatihan di Indonesia motivasi belajar masih tergantung pada instruktur.
b.    Investasi
Walupun e-learning pada akhirnya dapat menghemat biaya pengajaran dan pelatihan, akan tetapi memerlukan investasi yang sangat besar pada tahap awalnya, sehingga jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan kerugian yang besar.
c.    Teknologi dan Infrastruktur
E-learning membutuhkan perangkat komputer jaringan yang handal dan teknologi yang tepat. Akan tetapi ketersediaan infrastruktur dan teknologi ini masih belum memadai bagi beberapa Perguruan Tinggi / Lembaga.
d.   Desain Meteri
Penyampaian materi melalui e-learning perlu dikemas dalam bentuk yang learnic-centric. Saat ini masih sangat sedikit instructional designer yang berpengalaman dalam membuat suatu paket pembelajaran e-learning yang memadai. Seringkali hambatan dan keterbatasan e-learning tersebut membuat impelementasi e-learning di Indonesia berjalan dengan sangat lamban. Walaupun terdapat keterbatasan dan hambatan di Indonesia, penerapan e-learning di dunia, termasuk di negara-negara tetangga terus melaju pesat. Para praktisi pengajaran dan pelatihan di dunia sudah tidak meragukan akan meledaknya penggunaan e-learning di dunia pendidikan, mereka hanya tinggal menunggu waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar