BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah Humanisasi,
yaitu proses/ upaya memanusiakan manusia. Artinya, dengan pendidikan manusia
mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Pendidikan
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam hidup manusia. Dengan pendidikan hidup
manusia akan terpelihara akal senantiasa akan dibina dengan baik, sehingga
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mewujudkan anak didik yang berakhlakhul kharimah.
Urgensi Pendidikan tak lepas oleh
adanya peranan seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing
anak agar anak tersebut bisa menuju kearah kedewasaan. Tugas pendidik hanya
mungkin dilakukan jika pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa
manusia itu sebenarnya. Tapi, dalam kenyataannya masih banyak pendidik yang belum mengetahui gambaran
tentang siapa manusia itu sebenarnya dan sifat hakikat apa saja yang dimiliki
manusia yang membedakannya dengan hewan. Oleh karena itu, Melihat kenyataan-
kenyataan diatas penulis memandang perlunya dibahas tentang hakikat manusia dan
pendidikan. Seperti apa dan bagaimana? Berikut uraiannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia?
2. Batasan-batasan seperti apa yang ada dalam pendidikan?
3. Dimensi apa saja yang ada dalam diri manusia?
4. Bagaimana pengembangan dimensi tersebut?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui serta memahami apa itu hakikat manusia.
2. Untuk mengetahui serta memahami batasan-batasan yang ada dalam
pendidikan
3. Untuk mengetahui serta memahami dimensi – dimensi yang ada dalam diri
manusia
4. Untuk mengetahui serta memahami pengembangan dimensi – dimensi yang ada
dalam diri manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia
1.
Pengertian Sifat
Hakikat Manusia
Hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia
dan makna eksistensi manusia di dunia. Louis Leahy (Dinn Wahyudin, dkk. 2009:
5) mengungkapkan bahwa:
Hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya” manusia
menjadi apa yang terwujud, “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki
karakteristik yang khas, “sesuatu yang olehnya” ia merupakan sebuah nilai yang
unik, yang memiliki sesuatu martabat khusus
Sifat hakikat manusia diartikan
sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil membedakan manusia dari
hewan, meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama dilihat
dari segi biologisnya. Bentuknya (misalnya orang hutan), bertulang belakang
seperti manusia, berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan,
menyusui anaknya, pemakan segalanya dan adanya persamaan metabolisme dengan
manusia. Bahkan carles darwin (dengan teori evolusinya) telah berjuang untuk menemukan
bahwa manusia berasal dari primat atau kera tapi ternyata gagal karena tidak
ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah
dari primat atau kera.
Sifat hakikat manusia karena
secara haqiqi sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat
pada hewan. Karena manusia mempunyai hati yang halus dan dua pasukannya.
Pertama, pasukan yang tampak yang meliputi tangan, kaki, mata dan seluruh
anggota tubuh, yang mengabdi dan tunduk kepada perintah hati. Inilah yang
disebut pengetahuan. Kedua, pasukan yang mempunyai dasar yang lebih halus
seperti syaraf dan otak. Inilah yang disebut kemauan. Pengetahuan dan kemauan
inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang.
2.
Wujud Sifat Hakikat Manusia
Wujud dari sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang
dikemukakan oleh faham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam
membenahi konsep pendidikan yaitu :
a.
Kemampuan
Menyadari Diri
Kaum rasionalis menunjuk kunci
perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang
dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki
manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau
karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan
mahluk-mahluk yang lainnya.
Bahkan bukan hanya membedakan
lebih dari itu, manusia juga dapat membuat jarak dengan orang lain dan
lingkungan di sekitarnya. Yang lebih istimewa lagi ialah manusia dikaruniai
kemampuan membuat jarak diri dengan dirinya sendiri, sehingga manusia dapat melihat
kelebihan yang dimiliki serta kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya.
Dan kemampuan – kemampuan seperti inilah yang perlu dikembangkan dalam
pendidikan agar anak didik dapat berkembang kearah kesempurnaan diri.
b.
Kemampuan
Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi adalah
kemampuan manusia menempatkan diri dan dapat menembus atau menerobos serta
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Sehingga manusia tidak
terbelenggu oleh tempat dan waktu. Dengan demikian manusia dapat menembus ke sana
dan ke masa depan. Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan.
Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, mengantisipasi keadaan
dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu serta
mengembangkan daya imajinasi kreatifnya sejak masa kanak-kanak.
c.
Kata hati
Kata hati juga sering disebut
dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan sebagainya.
Kata hati adalah kemampuan pada diri manusia yang memberi penerangan tentang
baik – buruknya perbuatan sebagai manusia. Kata hati merupakan kemampuan membuat
keputusan tentang yang baik atau benar dan yang buruk atau salah bagi manusia
sebagai manusia. Untuk melihat alternatif mana yang terbaik perlu didukung oleh
kecerdasan akal budi.
Orang yang memiliki kecerdasan
akal budi disebut tajam kata hatinya. Dalam kaitan dengan moral (perbuatan)
kata hati merupakan petunjuk bagi moral/perbuatan. Usaha untuk mengubah kata
hati yang tumpul agar menjadi kata hati yang tajam harus ada usaha melalui
pendidikan kata hati yaitu dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi.
Tujuannya agar orang memiliki keberanian berbuat yang didasari oleh kata hati
yang tajam, sehingga mampu menganalisis serta membedakan mana yang baik atau
benar dan buruk atau salah bagi manusia sebagai manusia
d.
Moral
Jika kata hati diartikan sebagai
bentuk pengertian yang menyertai perbuatan maka yang dimaksud moral adalah
perbuatan itu sendiri. Moral dan kata hati masih ada jarak antara keduanya.
Artinya orang yang mempunyai kata hati yang tajam belum tentu moralnya baik.
Untuk mengetahui jarak tersebut harus ada aspek kemauan untuk berbuat.
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa moral yang singkron dengan kata hati yang tajam
merupakan moral yang baik.
Sebaliknya perbuatan yang tidak
singkron dengan kata hatinya merupakan moral yang buruk atau rendah. Pendidikan
bermaksud menumbuh kembangkan etiket (kesopan-santunan) dan etika (keberanian/
kemampuan bertindak) yang baik dan harus pada peserta didik.
e.
Tanggung jawab
Sifat tanggung jawab adalah
kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab
yang telah dilakukannya. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam. Ada
bertanggung jawab kepada dirinya sendiri bentuk tuntutannya adalah penyesalan
yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat bentuk tuntutannya adalah
sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat, hukuman penjara dan
lain-lain. Tanggung jawab kepada tuhan bentuk tuntutannya adalah perasaan
berdosa dan terkutuk. Kata hati, moral dan tanggung jawab memiliki hubungan
yang erat. Kata hati merupakan pedoman, moral merupakan tindakan dan tanggung
jawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan.
f.
Rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah rasa bebas
(tidak merasa terikat oleh sesuatu) tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat
manusia. Artinya bebas berbuat apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan
tuntutan kodrat manusia. Jadi kebebasan atau kemerdekaan dalam arti yang
sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan. Dalam pendidikan, kebebasan
mengusahakan peserta didik dalam membiasakan internalisasi nilai- nilai,
aturan-aturan kedalam dirinya sehingga dirasakan sebagai miliknya dan tidak
lagi dirasakan sebagai sesuatu yang merintangi gerak hidupnya.
g.
Kewajiban dan
Hak
Kewajiban dan hak adalah dua
macam gejala yang timbul karena manusia itu sebagai makhluk sosial, yang satu
ada hanya karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Kewajiban ada
karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya. Pemenuhan hak dan pelaksanaan
kewajiban dibatasi oleh situasi dan
kondisi, yang berarti tidak seluruh hak dapat terpenuhi dan tidak segenap
kewajiban dapat sepenuhnya dilakukan.
h.
Kemampuan
Menghayati Kabahagiaan
Kebahagiaan merupakan integrasi
dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan sejenisnya dengan
pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses dari kesemuanya itu (yang
menyenangkan atau yang pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang
disebut bahagia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan
adalah perpaduan dari usaha, hasil atau takdir dan kesediaan menerimanya.
Pendidikan mempunyai peranan penting
sebagai wahana untuk mengantar peserta didik mencapai kebahagiaan, yaitu dengan
jalan membantu mereka meningkatkan kualitas hubungannya dengan dirinya,
lingkungannya dan Tuhannya.
B. Batas – batas kemungkinan
pendidikan
1. Batasan-batasan
pendidikan secara umum
Dalam pelaksanaan sebuah pendidikan, ada hal-hal yang
membatasi. Batas-batas Pendidikan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan atau
ketidakberdayaan pendidikan dalam melakukan tugas-tugas pendidikan. Batas-batas
yang mempengaruhi pendidikan tersebut adalah sbb:
a.
Batas-batas pendidikan pada peserta didik.
Peserta
didik sebagai manusia memiliki perbedaan, dalam kemampuan, bakat, minat,
motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya. Sehingga hal tersebut
dapat membatasi kelangsungan hasil pendidikan, solusinya pendidik harus mencari
metode-metode pembelajaran sehingga dapat berkembang seoptimal mungkin.
b.
Batas-batas pendidikan pada pendidik.
Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki
keterbatasan-keterbatasan. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah
keterbatasan itu dapat ditolerir atau tidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir
ialah apabila keterbatasan itu menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi
antara pendidik dan peserta didik, misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh
peserta didik sehingga tidak mungkin peserta didik datang berhadapan dengannya.
Pendidik yang tidak tahu apa yang akan menjadi isi interaksi dengan peserta
didik, akan menjadikan kekosongan dan kebingungan dalam interaksi. Serta
pendidik yang bermoral, termasuk yang tidak dapat ditolerir, karena pendidikan
pada dasarnya adalah usaha yang dilandasi moral.
c.
Batas-batas pendidikan dalam lingkungan dan sarana
pendidikan.
Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan sumber yang
dapat menentukan kualitas dan berlangsungnya usaha pendidikan. Lingkumgan dan
sarana yang tidak memadai, akan menghambat berlangsungnya proses pendidikan.
Disini pendidik harus lebih kreatif dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai
sumber proses pembelajaran.
2.
Batasan
kemungkinan pendidikan menurut para ahli
Batasan tentang pendidikan yang
dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang
lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang
digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
Dibawah ini akan dikemukakan batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan
fungsinya
a.
Pendidikan
sebagai Proses transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi
budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu
generasi ke generasi yang lain.
b.
Pendidikan
sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan
diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada
terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi meliputi 2
sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka
yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Dan
pendidikan diri sendiri. Pembentukan pribadi mencakup pembentukan cipta, rasa
dan karsa (kognitif, afektif dan psikomotor) yang sejalan dengan pengembangan
fisik. Pembentukan pribadi meliputi pengembangan penyesuaian diri terhadap
lingkungan, terhadap diri sendiri dan terhadap tuhan.
c.
Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan Warganegara
Pendidikan sebagai penyiapan
warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali
peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d.
Pendidikan
sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan
tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga
memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting
dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
e.
Definisi Pendidikan Menurut
GBHN
GBHN 1988(BP 7 Pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan
nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan
bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945
diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa,
mewujudkan manusia serta masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa pada
Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya
dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
3. Batasan kemungkinan pendidikan menurut Islam
Pada
dasarnya batas-batas pendidikan menurut Agama Islam mengarah pada maksud
pembatasan nyata dari pendidikan dalam jangka waktu tertentu. Apakah pendidikan
itu seumur hidup atau hanya pada waktu tertentu saja, dalam peribahasa kita
mengenal istilah long live education atau pendidikan sepanjang hidup, hal ini
sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barri:
رَوَاهُ ابْنُ عَبْدُالْبَر)) طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضِةٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Artinya : Mencari ilmu itu
hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”
(HR. Ibnu Abdul Bari)
Kewajiban mencari ilmu itu tidak
memandang batasan usia, melainkan seumur hidup. Sabda Nabi SAW
أُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْْدِ (رواه
مسلم)
Artinya, “Carilah ilmu itu sejak
dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”
(HR. Muslim)
Hadis di
atas secara eksplisit adalah perintah kepada seluruh umat Islam untuk menuntut
ilmu pengetahuan sejak usia dini sampai ajal hendak menjemput. Secara implisit,
hadis tersebut dipahami bahwa pendidikan tidak mengenal batas usia, dengan kata
lain bahwa proses pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia, dalam konsep
pendidikan Islam, Islam mengajarkan pendidikan terhadap anak yang baru lahir,
bahkan jauh sebelum ia lahir.
Ada sejumlah
ritual dalam Islam yang merupakan proses pendidikan terhadap anak, seperti meng
adzankan, mengaqiqahkan, dan lain sebagainya. Paradigma ini nampak berbeda dengan
konsepsi pendidikan yang menunjukan adanya stimulus-respon dalam proses
pelaksanaannya, seperti yang dikemukakan dalam teori belajar Edwin R. Guthrie,
yang mengatakan bahwa rentetan belajar dan menuntut ilmu itu adalah hasil dari
stimulus-respon sebelumnya yang kemudian menjadi perangsang (stimulus-respon)
untuk kegiatan selanjutnya, artinya dalam proses pendidikan disyaratkan adanya
kesadaran si terdidik sehingga memungkinkan munculnya respon terhadap stimulus
yang diberikan pendidik.
Berdasarkan
pandangan ini, maka pendidikan memiliki batas nyata, yaitu dimulai ketika
seorang anak dapat memberikan respon terhadap pendidikan yang diberikan sang
pendidik. Permasalahan yang muncul dari konsepsi ini adalah kapankah seorang
anak dapat memberikan respon tehadap proses pendidikan yang diberikan padanya,
permasalahan pun semakin rumit ketika perkembangan fisik dan psikologis setiap
manusia berbeda satu sama lainnya. Permasalahan pun muncul dalam menentukan
batas akhir dari proses pendidikan. Dalam konsep pendidikan, kedewasaan si
terdidik merupakan batas akhir dari suatu proses pendidikan. Artinya ketika
seorang anak sudah dewasa dan mampu menjadi tuan bagi dirinya sendiri, maka ia
telah mencapai batas akhir pendidikan.
Namun pada
kenyataannya, perkembangan fisik, kognisi, dan psikologis setiap orang tidaklah
sama, sehingga batas kedewasaan seorang manusia berbeda-beda. Tidak jarang
seorang anak yang kelihatan dengan usia dewasa tapi ada juga seorang dewasa
tapi nampak seorang anak-anak. Melihat adanya ketidakpastian dalam menentukan
batas awal dan akhir proses pendidikan, maka sangat tepat jika pendidikan Agama
Islam memiliki slogan long live education. Sebab pada kenyataannya manusia
membutuhkan pendidikan sejak ia dilahirkan baik pada saat ia mampu memberikan
respon maupun jauh ketika belum mampu memberikan respon, serta ia ketika dewasa
ataupun telah dewasa. Adapun pengertian batas menurut islam yaitu: Batas ialah
suatu yang menjadi hijab atau ruang lingkup, awal dan akhir berarti memiliki
permulaan dan akhir. Sedangkan pendidikan adalah pengaktualisasian fitrah
insaniyah yang manusiawi dan potensial agar manusia dapat menyesuaikan dirinya
dengan lingkungannya (individual, sosial, religius).
C. Dimensi-dimensi Hakikat Manusia
Dalam hal ini ada 4 macam dimensi yang akan dibahas
yaitu :
1.
Dimensi Keindividualan
Setiap anak manusia yang
dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau
menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas.
Karena adanya individualitas
itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan,
semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki kepribadian
unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Pendidikan berfungsi membantu peserta
didik untuk membentuk kepribadian atau menemukan kediriannya sendiri.
2.
Dimensi Kesosialan
Mj Langeveld (Umar Tirtaraharja
dan S.L La Sulo. 2005: 18). Mengatakan bahwa “Setiap bayi yang lahir dikaruniai
potensi sosialitas” Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak
dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling
berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan
menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada
dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin
bertemu dengan sesamanya. Manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara
manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan
sifat hakekat kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya
dapat mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial seseorang
dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi
dengan sesamanya.
3.
Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan dan
kebaikan yang lebih tinggi. Kesusilaan mencakup etika (persoalan kebaikan) dan
etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan). Persoalan kesusilaan selalu
berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan
untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan
manusia itu adalah makhluk susila. Drijarkara (Umar Tirtaraharja dan S.L La
Sulo. 2005: 21). mengartikan manusia susila sebagai “Manusia yang memiliki
nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan”
Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena
mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat
diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup. Agar manusia dapat melakukan apa
yang semestinya harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan
memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut.
4.
Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah
makhluk religius. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah
mahluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan
agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui proses
pendidikan agama. Disinilah tugas orang tua dan semua pendidik untuk
melaksanakan pendidikan agama kepada anaknya atau anak didiknya.
D. Pengembangan Dimensi Hakikat
Manusia
Pengembangan dimensi hakikat
manusia menjadi tugas pendidikan. Manusia lahir telah dikaruniai dimensi
hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi
wujud kenyataan. Dari kondisi potensi menjadi wujud aktualisasi terdapat
rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam memberikan
jasanya. Dimensi hakikat manusia dalam pengembangannya dibagi menjadi dua yaitu:
1.
Pengembangan
yang utuh
Tingkat keutuhan
perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor yaitu kualitas
dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan
yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Pengembangan
yang utuh yaitu apabila pengembangan dimensi hakikat manusia itu terjadi secara
utuh antara jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan,
kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Semua dimensi-dimensi tersebut harus mendapat layanan dengan baik, tidak
terjadi pengabaian terhadap salah satunya dalam hal ini dimensi keberagamaan
menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang lain.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan
sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat
tumbuh dan berkembang secara selaras. Maka secara totalitas dapat membentuk
manusia yang utuh.
2.
Pengembangan
yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh
adalah proses pengembangan dimensi hakikat manusia yang tidak seimbang antara
dimensi yang satu dengan yang lainnya, artinya ada salah satu dimensi yang
terabaikan penanganannya. Pengembangan yang tidak utuh akan menghasilkan
kepribadian yang pincang dan tidak mantap. Pengembangan yang seperti ini
merupakan pengembangan yang patologis atau tidak sehat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia
dan makna eksistensi manusia di dunia.
Batas-batas
pendidikan secara umum meliputi:
1. Batas-batas
pendidikan pada peserta didik
2. Batas-batas
pendidikan pada pendidik
3. Batas-batas
pendidikan dalam lingkungan dan sarana pendidikan.
Batasan kemungkinan pendidikan menurut para
ahli meliputi:
1.
Pendidikan
sebagai Proses transformasi Budaya
2.
Pendidikan
sebagai Proses Pembentukan Pribadi
3.
Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan Warganegara
4.
Pendidikan
sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Sedangkan menurut
islam, batas pendidikan itu tidak ada batasnya. Islam memandang Pendidikan itu
bersifat long live education atau pendidikan sepanjang hidup. Hal
ini sesuai dengan Sabda Nabi SAW Artinya, “Carilah ilmu itu sejak dari ayunan
sampai masuk ke liang lahat”(HR. Muslim).
Dimensi-dimensi Hakikat Manusia meliputi:
1.
Dimensi
Keindividualan
2.
Dimensi
Kesosialan
3.
Dimensi
Kesusilaan
4.
Dimensi
Keberagamaan
Dan, Pengembangan Dimensi Hakikat
Manusia tersebut dibutuhkan suatu pengembangan dimensi manusia yang utuh dan Pengembangan yang tidak utuh
B. Saran
Semoga makalah yang kami buat bisa bermanfaat bagi
kami selaku penyusun dan para pembaca sekalian. Diharapkan untuk para pembaca
tidak hanya membaca tetapi juga memahami dan mengimplementasikannya dalam dunia
pendidikan dan untuk kesempurnaan makalah ini kami mohon kritik dan saran
kepada rekan-rekan dan dosen pengampu, agar kami selaku penyusun bisa
memperbaki kekurangan-kekurangan dari makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Tarjo Sutarman. 2011. Batas-Batas Pendidikan.
[online]. Tersedia : http://tarman-revolusimahasiswa.blogspot.com/2011/04/batas-batas-pendidikan.html
Tirtaraharja Umar dan Sulo S.L.
La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Wahyudin Dinn, Dkk. 2009. Pengantar Pendidikan.
Jakarta : Universitas Terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar