Sabtu, 21 Maret 2015

URGENSI PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah Humanisasi, yaitu proses/ upaya memanusiakan manusia. Artinya, dengan pendidikan manusia mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam hidup manusia. Dengan pendidikan hidup manusia akan terpelihara akal senantiasa akan dibina dengan baik, sehingga membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mewujudkan anak didik yang berakhlakhul kharimah. 
Urgensi Pendidikan tak lepas oleh adanya peranan seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak agar anak tersebut bisa menuju kearah kedewasaan. Tugas pendidik hanya mungkin dilakukan jika pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Tapi, dalam kenyataannya masih banyak pendidik yang belum mengetahui gambaran tentang siapa manusia itu sebenarnya dan sifat hakikat apa saja yang dimiliki manusia yang membedakannya dengan hewan. Oleh karena itu, Melihat kenyataan- kenyataan diatas penulis memandang perlunya dibahas tentang hakikat manusia dan pendidikan. Seperti apa dan bagaimana? Berikut uraiannya.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia?
2.    Batasan-batasan seperti apa yang ada dalam pendidikan?
3.    Dimensi apa saja yang ada dalam diri manusia?
4.    Bagaimana pengembangan dimensi tersebut?

C.  Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui serta memahami apa itu hakikat manusia.
2.    Untuk mengetahui serta memahami batasan-batasan yang ada dalam pendidikan
3.    Untuk mengetahui serta memahami dimensi – dimensi yang ada dalam diri manusia
4.    Untuk mengetahui serta memahami pengembangan dimensi – dimensi yang ada dalam diri manusia




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hakikat Manusia
1.    Pengertian Sifat Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Louis Leahy (Dinn Wahyudin, dkk. 2009: 5) mengungkapkan bahwa:
Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya” manusia menjadi apa yang terwujud, “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki karakteristik yang khas, “sesuatu yang olehnya” ia merupakan sebuah nilai yang unik, yang memiliki sesuatu martabat khusus

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama dilihat dari segi biologisnya. Bentuknya (misalnya orang hutan), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan, menyusui anaknya, pemakan segalanya dan adanya persamaan metabolisme dengan manusia. Bahkan carles darwin (dengan teori evolusinya) telah berjuang untuk menemukan bahwa manusia berasal dari primat atau kera tapi ternyata gagal karena tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primat atau kera.
Sifat hakikat manusia karena secara haqiqi sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Karena manusia mempunyai hati yang halus dan dua pasukannya. Pertama, pasukan yang tampak yang meliputi tangan, kaki, mata dan seluruh anggota tubuh, yang mengabdi dan tunduk kepada perintah hati. Inilah yang disebut pengetahuan. Kedua, pasukan yang mempunyai dasar yang lebih halus seperti syaraf dan otak. Inilah yang disebut kemauan. Pengetahuan dan kemauan inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang.

2.    Wujud Sifat Hakikat Manusia
Wujud dari sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang dikemukakan oleh faham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan yaitu :  
a.    Kemampuan Menyadari Diri
Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan mahluk-mahluk yang lainnya.
Bahkan bukan hanya membedakan lebih dari itu, manusia juga dapat membuat jarak dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Yang lebih istimewa lagi ialah manusia dikaruniai kemampuan membuat jarak diri dengan dirinya sendiri, sehingga manusia dapat melihat kelebihan yang dimiliki serta kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya. Dan kemampuan – kemampuan seperti inilah yang perlu dikembangkan dalam pendidikan agar anak didik dapat berkembang kearah kesempurnaan diri.

b.    Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan manusia menempatkan diri dan dapat menembus atau menerobos serta mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Sehingga manusia tidak terbelenggu oleh tempat dan waktu. Dengan demikian manusia dapat menembus ke sana dan ke masa depan. Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, mengantisipasi keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu serta mengembangkan daya imajinasi kreatifnya sejak masa kanak-kanak.

c.    Kata hati 
Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan sebagainya. Kata hati adalah kemampuan pada diri manusia yang memberi penerangan tentang baik – buruknya perbuatan sebagai manusia. Kata hati merupakan kemampuan membuat keputusan tentang yang baik atau benar dan yang buruk atau salah bagi manusia sebagai manusia. Untuk melihat alternatif mana yang terbaik perlu didukung oleh kecerdasan akal budi.
Orang yang memiliki kecerdasan akal budi disebut tajam kata hatinya. Dalam kaitan dengan moral (perbuatan) kata hati merupakan petunjuk bagi moral/perbuatan. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul agar menjadi kata hati yang tajam harus ada usaha melalui pendidikan kata hati yaitu dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian berbuat yang didasari oleh kata hati yang tajam, sehingga mampu menganalisis serta membedakan mana yang baik atau benar dan buruk atau salah bagi manusia sebagai manusia

d.   Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan maka yang dimaksud moral adalah perbuatan itu sendiri. Moral dan kata hati masih ada jarak antara keduanya. Artinya orang yang mempunyai kata hati yang tajam belum tentu moralnya baik. Untuk mengetahui jarak tersebut harus ada aspek kemauan untuk berbuat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa moral yang singkron dengan kata hati yang tajam merupakan moral yang baik.
Sebaliknya perbuatan yang tidak singkron dengan kata hatinya merupakan moral yang buruk atau rendah. Pendidikan bermaksud menumbuh kembangkan etiket (kesopan-santunan) dan etika (keberanian/ kemampuan bertindak) yang baik dan harus pada peserta didik.

e.    Tanggung jawab
Sifat tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab yang telah dilakukannya. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam. Ada bertanggung jawab kepada dirinya sendiri bentuk tuntutannya adalah penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat bentuk tuntutannya adalah sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain. Tanggung jawab kepada tuhan bentuk tuntutannya adalah perasaan berdosa dan terkutuk. Kata hati, moral dan tanggung jawab memiliki hubungan yang erat. Kata hati merupakan pedoman, moral merupakan tindakan dan tanggung jawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan.

f.       Rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu) tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Artinya bebas berbuat apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi kebebasan atau kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan. Dalam pendidikan, kebebasan mengusahakan peserta didik dalam membiasakan internalisasi nilai- nilai, aturan-aturan kedalam dirinya sehingga dirasakan sebagai miliknya dan tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang merintangi gerak hidupnya.

g.    Kewajiban dan Hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul karena manusia itu sebagai makhluk sosial, yang satu ada hanya karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya. Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban  dibatasi oleh situasi dan kondisi, yang berarti tidak seluruh hak dapat terpenuhi dan tidak segenap kewajiban dapat sepenuhnya dilakukan.

h.    Kemampuan Menghayati Kabahagiaan
Kebahagiaan merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses dari kesemuanya itu (yang menyenangkan atau yang pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut bahagia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah perpaduan dari usaha, hasil atau takdir dan kesediaan menerimanya.
Pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk mengantar peserta didik mencapai kebahagiaan, yaitu dengan jalan membantu mereka meningkatkan kualitas hubungannya dengan dirinya, lingkungannya dan Tuhannya.

B.  Batas – batas kemungkinan pendidikan
1.    Batasan-batasan pendidikan secara umum
Dalam pelaksanaan sebuah pendidikan, ada hal-hal yang membatasi. Batas-batas Pendidikan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan atau ketidakberdayaan pendidikan dalam melakukan tugas-tugas pendidikan. Batas-batas yang mempengaruhi pendidikan tersebut adalah sbb:
a.    Batas-batas pendidikan pada peserta didik.
Peserta didik sebagai manusia memiliki perbedaan, dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya. Sehingga hal tersebut dapat membatasi kelangsungan hasil pendidikan, solusinya pendidik harus mencari metode-metode pembelajaran sehingga dapat berkembang seoptimal mungkin.

b.    Batas-batas pendidikan pada pendidik.
Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasan. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah keterbatasan itu dapat ditolerir atau tidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta didik, misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didik sehingga tidak mungkin peserta didik datang berhadapan dengannya. Pendidik yang tidak tahu apa yang akan menjadi isi interaksi dengan peserta didik, akan menjadikan kekosongan dan kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik yang bermoral, termasuk yang tidak dapat ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya adalah usaha yang dilandasi moral.

c.    Batas-batas pendidikan dalam lingkungan dan sarana pendidikan.
Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan sumber yang dapat menentukan kualitas dan berlangsungnya usaha pendidikan. Lingkumgan dan sarana yang tidak memadai, akan menghambat berlangsungnya proses pendidikan. Disini pendidik harus lebih kreatif dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber proses pembelajaran.

2.    Batasan kemungkinan pendidikan menurut para ahli
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Dibawah ini akan dikemukakan batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya
a.    Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain.

b.    Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi meliputi 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Dan pendidikan diri sendiri. Pembentukan pribadi mencakup pembentukan cipta, rasa dan karsa (kognitif, afektif dan psikomotor) yang sejalan dengan pengembangan fisik. Pembentukan pribadi meliputi pengembangan penyesuaian diri terhadap lingkungan, terhadap diri sendiri dan terhadap tuhan.

c.    Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.

d.   Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.

e.    Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988(BP 7 Pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

3.    Batasan kemungkinan pendidikan menurut Islam
Pada dasarnya batas-batas pendidikan menurut Agama Islam mengarah pada maksud pembatasan nyata dari pendidikan dalam jangka waktu tertentu. Apakah pendidikan itu seumur hidup atau hanya pada waktu tertentu saja, dalam peribahasa kita mengenal istilah long live education atau pendidikan sepanjang hidup, hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barri:
رَوَاهُ ابْنُ عَبْدُالْبَر)) طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضِةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Artinya : Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”  (HR. Ibnu Abdul Bari)
Kewajiban mencari ilmu itu tidak memandang batasan usia, melainkan seumur hidup. Sabda Nabi SAW
أُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْْدِ (رواه مسلم)
Artinya, “Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”  (HR. Muslim)
Hadis di atas secara eksplisit adalah perintah kepada seluruh umat Islam untuk menuntut ilmu pengetahuan sejak usia dini sampai ajal hendak menjemput. Secara implisit, hadis tersebut dipahami bahwa pendidikan tidak mengenal batas usia, dengan kata lain bahwa proses pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia, dalam konsep pendidikan Islam, Islam mengajarkan pendidikan terhadap anak yang baru lahir, bahkan jauh sebelum ia lahir.
Ada sejumlah ritual dalam Islam yang merupakan proses pendidikan terhadap anak, seperti meng adzankan, mengaqiqahkan, dan lain sebagainya. Paradigma ini nampak berbeda dengan konsepsi pendidikan yang menunjukan adanya stimulus-respon dalam proses pelaksanaannya, seperti yang dikemukakan dalam teori belajar Edwin R. Guthrie, yang mengatakan bahwa rentetan belajar dan menuntut ilmu itu adalah hasil dari stimulus-respon sebelumnya yang kemudian menjadi perangsang (stimulus-respon) untuk kegiatan selanjutnya, artinya dalam proses pendidikan disyaratkan adanya kesadaran si terdidik sehingga memungkinkan munculnya respon terhadap stimulus yang diberikan pendidik.
Berdasarkan pandangan ini, maka pendidikan memiliki batas nyata, yaitu dimulai ketika seorang anak dapat memberikan respon terhadap pendidikan yang diberikan sang pendidik. Permasalahan yang muncul dari konsepsi ini adalah kapankah seorang anak dapat memberikan respon tehadap proses pendidikan yang diberikan padanya, permasalahan pun semakin rumit ketika perkembangan fisik dan psikologis setiap manusia berbeda satu sama lainnya. Permasalahan pun muncul dalam menentukan batas akhir dari proses pendidikan. Dalam konsep pendidikan, kedewasaan si terdidik merupakan batas akhir dari suatu proses pendidikan. Artinya ketika seorang anak sudah dewasa dan mampu menjadi tuan bagi dirinya sendiri, maka ia telah mencapai batas akhir pendidikan.
Namun pada kenyataannya, perkembangan fisik, kognisi, dan psikologis setiap orang tidaklah sama, sehingga batas kedewasaan seorang manusia berbeda-beda. Tidak jarang seorang anak yang kelihatan dengan usia dewasa tapi ada juga seorang dewasa tapi nampak seorang anak-anak. Melihat adanya ketidakpastian dalam menentukan batas awal dan akhir proses pendidikan, maka sangat tepat jika pendidikan Agama Islam memiliki slogan long live education. Sebab pada kenyataannya manusia membutuhkan pendidikan sejak ia dilahirkan baik pada saat ia mampu memberikan respon maupun jauh ketika belum mampu memberikan respon, serta ia ketika dewasa ataupun telah dewasa. Adapun pengertian batas menurut islam yaitu: Batas ialah suatu yang menjadi hijab atau ruang lingkup, awal dan akhir berarti memiliki permulaan dan akhir. Sedangkan pendidikan adalah pengaktualisasian fitrah insaniyah yang manusiawi dan potensial agar manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya (individual, sosial, religius).

C.  Dimensi-dimensi Hakikat Manusia
Dalam hal ini ada 4 macam dimensi yang akan dibahas yaitu :
1.    Dimensi Keindividualan
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas. Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik untuk membentuk kepribadian atau menemukan kediriannya sendiri.

2.    Dimensi Kesosialan
Mj Langeveld (Umar Tirtaraharja dan S.L La Sulo. 2005: 18). Mengatakan bahwa “Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas” Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakekat kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya.

3.    Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila  yang artinya kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Kesusilaan mencakup etika (persoalan kebaikan) dan etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan). Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila. Drijarkara (Umar Tirtaraharja dan S.L La Sulo. 2005: 21). mengartikan manusia susila sebagai “Manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan” Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup. Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.

4.    Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Disinilah tugas orang tua dan semua pendidik untuk melaksanakan pendidikan agama kepada anaknya atau anak didiknya.

D.  Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan. Dari kondisi potensi menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Dimensi hakikat manusia dalam pengembangannya dibagi menjadi dua yaitu:
1.    Pengembangan yang utuh
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Pengembangan yang utuh yaitu apabila pengembangan dimensi hakikat manusia itu terjadi secara utuh antara jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Semua dimensi-dimensi tersebut harus mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya dalam hal ini dimensi keberagamaan menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Maka secara totalitas dapat membentuk manusia yang utuh.

2.    Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh adalah proses pengembangan dimensi hakikat manusia yang tidak seimbang antara dimensi yang satu dengan yang lainnya, artinya ada salah satu dimensi yang terabaikan penanganannya. Pengembangan yang tidak utuh akan menghasilkan kepribadian yang pincang dan tidak mantap. Pengembangan yang seperti ini merupakan pengembangan yang patologis atau tidak sehat.


 
 
BAB III
PENUTUP 

A.  Kesimpulan
Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia.
Batas-batas pendidikan secara umum meliputi:
1.    Batas-batas pendidikan pada peserta didik
2.    Batas-batas pendidikan pada pendidik
3.    Batas-batas pendidikan dalam lingkungan dan sarana pendidikan.
Batasan kemungkinan pendidikan menurut para ahli meliputi:
1.    Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya
2.    Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
3.    Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara
4.    Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Sedangkan menurut islam, batas pendidikan itu tidak ada batasnya. Islam memandang Pendidikan itu bersifat long live education atau pendidikan sepanjang hidup. Hal ini sesuai dengan Sabda Nabi SAW Artinya, “Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”(HR. Muslim).

Dimensi-dimensi Hakikat Manusia meliputi:
1.    Dimensi Keindividualan
2.    Dimensi Kesosialan
3.    Dimensi Kesusilaan
4.    Dimensi Keberagamaan
Dan, Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia tersebut dibutuhkan suatu pengembangan dimensi manusia yang utuh dan Pengembangan yang tidak utuh

B.  Saran
Semoga makalah yang kami buat bisa bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan para pembaca sekalian. Diharapkan untuk para pembaca tidak hanya membaca tetapi juga memahami dan mengimplementasikannya dalam dunia pendidikan dan untuk kesempurnaan makalah ini kami mohon kritik dan saran kepada rekan-rekan dan dosen pengampu, agar kami selaku penyusun bisa memperbaki kekurangan-kekurangan dari makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Tarjo Sutarman. 2011. Batas-Batas Pendidikan. [online]. Tersedia : http://tarman-revolusimahasiswa.blogspot.com/2011/04/batas-batas-pendidikan.html
Tirtaraharja Umar dan Sulo S.L. La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Wahyudin Dinn, Dkk. 2009. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar