BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bagi
bangsa manapun pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
dilaksanakan karena menentukan kemajuan sumber daya manusia yang dimiliki¬nya.
Bahkan menjadi penentu perkembangan bangsa itu sendiri. Peningkatan sumber daya
manusia hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Hal ini selaras dengan apa
yang dikemukakan oleh tokoh pendidikan John Dewey, “Educational process has no end beyond itself, it is in it’s own an end”
yang berarti proses pendidikan itu tidak akan pernah berakhir. Karena dalam
kehidupan sebuah bangsa, pendidikan merupakan sebuah faktor penentu dalam
kemajuan dan perkembangan bangsa tersebut. Kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki sebuah bangsa menentukan kualitas dari bangsa itu sendiri.
Sejalan
dengan gelombang arus Globalisasi, standar pendidikan Nasional mulai menjadi
percaturan hangat di tengah masyarakat Indonesia. Banyak pro dan kontra
terhadap standar pendidikan yang ada. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa
problem dan tantangan pendidikan nasional dalam memasuki globalisasi harus
dihadapi dengan pendekatan dan metode yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan
tuntutan perubahan di masa depan. Fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan
di era globalisasi ini adalah selalu tertinggal jika dibandingkan dengan perkembangan
teknologi, informasi, dan dunia bisnis.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian pendidikan,
kebudayaan dan globalisasi.
2. Apa Problematika pendidikan nasional dan kebudayaan di era global
3. Bagaimana solusi dari problematika
pendidikan nasional dan kebudayaan di era global
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas , maka tujuannya
adalah untuk :
1. Mengetahui
pengertian Pendidikan, kebudayaan
dan globalisasi
2. Mengetahui problematika pendidikan
nasional dan kebudayaan di era global
3. Mengetahui solusi dari problematika pendidikan nasional dan kebudayaan di era
global.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Nasional,
Kebudayaan, dan Globalisasi
1.
Pengertian Pendidikan Nasional
Pada dasarnya pengertian pendidikan
( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata
pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran
‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu
tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Sedangkan pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD
1945 (versi Amandemen):
a.
Pasal 31, ayat 3 menyebutkan: “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
b.
Pasal 31, ayat 5 menyebutkan: “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU
Sisdiknas:
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang
No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Tujuan Pendidikan Menurut UNESCO:
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada
cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran
itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations,
Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar
pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: Learning to Know, Learning to do, Learning to be and Learning to live together.
Dimana keempat pilar pendidikan
tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.
2.
Pengertian Kebudayaan
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “buddhayah”
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Berikut ini terdapat beberapa definisi kebudayaan menurut beberapa ahli
diantaranya;
a.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
b.
Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
c.
Menurut Edward
Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
d.
Menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
3.
Pengertian Globalisasi
Globalisasi telah menjadi sebuah
kata yang memiliki makna tersendiri dan seringkali kita baca dan dengar. Banyak
pengguna istilah globalisasi memahaminya berbeda dari makna yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, defenisi globalisasi tidak terikat dengan satu defenisi saja. Seorang ahli sosiologi, Selo
Soemardjan mendefinisikan globalisasi adalah terbentuknya sistem organisasi dan
komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan
kaidah-kaidah yang sama.
Globalisasi merupakan kecenderungan
masyarakat untuk menyatu dengan dunia, terutama di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan media komunikasi massa. Selain itu, para cendekiawan Barat
mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu proses kehidupan yang serba luas,
tidak terbatas, dan merangkum segala aspek kehidupan, seperti politik, sosial,
dan ekonomi yang dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia di dunia.
Globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan
yang dampaknya berkelanjutan melampaui batas-batas kebangsaan dan kenegaraan.
Mengingat bahwa dunia ditandai oleh kemajemukan (pluralitas) budaya maka
globalisasi sebagai proses juga ditandai sebagai suatu peristiwa yang terjadi
di seluruh dunia secara lintas budaya yang sekaligus mewujudkan proses saling
memengaruhi antarbudaya. Pertemuan antarbudaya itu tidak selalu berlangsung
sebagai proses dua arah yang berimbang, tetapi dapat juga sebagai proses
dominasi budaya yang satu terhadap lainnya. Misalnya pengaruh budaya Barat
lebih kuat terhadap budaya di negara Timur.
Hal ini seperti yang disimpulkan oleh seorang ahli bernama
R. Robertson bahwa globalisasi adalah proses mengecilnya dunia dan meningkatnya
kesadaran akan dunia sebagai satu kesatuan, saling ketergantungan dan kesadaran
global akan dunia yang menyatu. Ahli lain bernama Martin Albrow mengatakan
globalisasi menyangkut seluruh proses di mana penduduk dunia terhubung kedalam
komunitas dunia yang tunggal, komunitas global.
B.
Problematika Pendidikan Nasional dan
Kebudayaan di Era Global
1.
Problematika Pendidikan
Ada dua
faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu :
a.
Faktor internal, meliputi jajaran
dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan
juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari
pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
b.
Faktor eksternal, adalah masyarakat
pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan
dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas
pendidikan di Indonesia
semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu :
a.
Kurikulum
Kurikulum
kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang
maksimal dan masih tetap saja. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis
dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.
Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa
maksudnya dan yang beda hanya bukunya. Contohnya guru, banyak guru honorer yang
masih susah payah mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum
kita juga disebabkan oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan
pembinaan terhadap kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan
keberhasilan pendidikan yang kita tempuh
b.
Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana
fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya
rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak
lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi
tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung
sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan
sebagainya.
c.
Rendahnya
Kualitas Guru
Keadaan guru
di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu “merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan,
melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat”
Kendati
secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas
mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di
Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah
masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan
profesionalismenya.
d.
Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam
membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah,
terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang
mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek,
pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali
kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah
memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan
dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi
gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau
tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka
yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
e.
Rendahnya
Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana
fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun
menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan
matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends
in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya
berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di
ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi
siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga
yang terdekat.
f.
Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada
tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan
Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3
juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi
Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara
itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan
dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan
tersebut.
g.
Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang
menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan
angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,
Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama
pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.
Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya
sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup
sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian
antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta
didik memasuki dunia kerja.
h.
Mahalnya
Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering
muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak
(TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki
pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin
mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah
yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah).
MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai
sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan
Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang
lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang
selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat
implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan
anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.
Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator
kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan
tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.Kondisi ini
akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP).
Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum .
i.
Kontoversi
diselenggaraknnya UN
Kedua, aspek
yuridis. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar
pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Selain itu, pada
pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi
terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN
pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang
sebenarnya merupakan tugas pendidik. Ketiga, aspek sosial dan psikologis.
Dalam
mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai
kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25
pada tahun 2004/2005. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk
menangkal penyimpangan finansial dana UN.
2.
Problematika Kebudayaan
Problematika
kebudayaan sangat berbahaya jika dibiarkan, karena kebudayaan merupkan jati
diri bangsa, bila itu hilang maka dengan sangat mudah bangsa itu akan hancur
dan dijajah oleh bangsa lain. Oleh sebab itu bagaimanapun juga caranya kita
harus mempertahankan identitas bangsa kita yaitu kebudayaan.
Terminologi yang menunjukan aktifitas kebudayaan
antara akulturasi, asimilasi, difusi, dan lain-lain. Kebudayaan itu memiliki
jiwa, ibarat manusia hidup yang dinamis dan tidak statis. Selain kebudaaan itu
hidup, kebudayaan pun dapat terkena kematian. Kematian kebudayaan terjadi
karena manusia yang dulu hidup di dalam sebuah kebudayaan, meninggalkan – baik
secara sadar atau tidak – kebudayaan itu, biasanya, karena ketertarikan kepada
kebudayaan lain.Manusia adalah “jiwa” kebudayaan.Ketika manusia meninggalkan
kebudayaan yang telah melembaga tersebut kematian bagi sebuah kebudayaan.
Berikut ini terdapat beberapa Problematika Kebudayaan diantaranya:
a.
Adanya pandangan bahwa kebudayaan
itu statis
b.
Rendahnya minat sebagian masyarakat
dalam menghayati kebudayaan daerah
c.
Rendahnya apresiasimasyarakat dalam
menghayati kebudayaan daerah
d.
Rendahnya apresiasi masyarakat
terhadap nilai-nilai budaya daerah
e.
Ketertarikan sebagian masyarakat
terhadap pengaruh kebudayaan barat/asing
f.
Pencitraan yang kuat tentang
kebudayaan Indonesia.
C.
Solusi
problematika pendidikan nasional dan kebudayaan di era globalisasi.
1.
Solusi Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya
kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang
telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
a.
Solusi sistemik, yakni solusi dengan
mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti
diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam
konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip
antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk
pendanaan pendidikan.
b.
Solusi teknis, yakni solusi yang
menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini
misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan
kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi
solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai
pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya,
diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran,
meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya. Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan
pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat
menciptakan generasi-generasi baru yang ber SDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.
2.
Solusi kebudayaan di era global yaitu:
a.
Menjalaini kehidupan sehari-hari
dengan berpedoman pada kebudayaan Indonesia
b.
Tanamkan minat sejak dini pada
kebudayaan daerah Indonesia
c.
Mempelajari dan mengenali kebudayaan
daerah Indonesia (tarian,kerajinan tangan, Seni bertutur, alat musik daerah
membangun rumah teknik kebudayaan daerah dan lain-lain).
Sudah
saatnya kebudayaan Indonesia memiliki kesejajaran dengan budaya barat.
Mengenali dan mengembangkan kebudayaan Indonesia adalah tugas yang diemban oleh
setiap warga negara Indonesia. Jangan tinggalkan kebudayaan Indonesia karena
kekayaan menunggu untuk dikenali, dikembangkan, hingga akhirnya dapat hidup
mencapai kebesarannya, yang dulu pernah dimiliki.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20
tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Globalisasi adalah terbentuknya
sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk
mengikuti sistem dan kaidah-kaidah yang sama. Globalisasi merupakan kecenderungan
masyarakat untuk menyatu dengan dunia, terutama di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan media komunikasi massa.
Problematika Pendidikan:
a.
Kurikulum
b.
Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik
c.
Rendahnya
Kualitas Guru
d.
Rendahnya
Kesejahteraan Guru
e.
Rendahnya
Prestasi Siswa
f.
Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan
g.
Rendahnya
Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
h.
Mahalnya
Biaya Pendidikan
i.
Kontoversi
diselenggaraknnya UN
Problematika Kebudayaan diantaranya:
a.
Adanya pandangan bahwa kebudayaan
itu statis
b.
Rendahnya minat sebagian masyarakat
dalam menghayati kebudayaan daerah
c.
Rendahnya apresiasimasyarakat dalam
menghayati kebudayaan daerah
d.
Rendahnya apresiasi masyarakat
terhadap nilai-nilai budaya daerah
e.
Ketertarikan sebagian masyarakat
terhadap pengaruh kebudayaan barat/asing
f.
Pencitraan yang kuat tentang kebudayaan
Indonesia.
Untuk
mengatasi problematika pendidikan di atas terdapat dua solusi
yaitu: Solusi
sistemik dan Solusi teknis. Dan untuk solusi problematika kebudayaan yaitu: Dengan
menanamkan minat sejak dini pada kebudayaan daerah Indonesia serta Menjalani, Mempelajari
dan mengenali dan mengembangkan kebudayaan daerah Indonesia.
B.
Saran
Semoga
makalah yang kami buat bisa bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan para
pembaca. Untuk kesempurnaan makalah ini kami mohon kritik dan saran kepada
rekan-rekan dan dosen pengampu, agar kami selaku penyusun bisa memperbaki
kekurangan-kekurangan dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
[13
November 2013]
[5
November 2013]
[15
November 2013]
[5
November 2013]